Makalah Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional Lengkap Catatan Kaki
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Mengacu pada fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas sekali
bahwa peran nilai-nilai agama menjadi sangat penting dalam setiap proses
pendidikan yang terjadi di sekolah. Karena terbentuknya manusia yang beriman
dan bertaqwa serta berakhlak mulia tidak mungkin terbentuk tanpa peran dari
agama. Menurut Malik Fajar, yang dikutip oleh Yunus Hasyim Syam, Pendidikan
adalah masalah yang tidak pernah tuntas untuk dibicarakan, karena itu
menyangkut persoalan manusia dalam rangka memberi makna dan arah normal kepada
eksistensi fitrinya.[1]
Menurut Imam Ghozali, tujuan pendidikan Islam adalah : a.
kesempurnaan manusia yang berujung taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah;
dan b. kesempurnaan manusia yang berujung kepada kebahagiaan dunia dan kesentosaan
akhirat. Tujuan pendidikan Islam adalah membentuk dan memperkembangkan manusia
beriman, bertaqwa, berilmu, bekerja, dan berakhlak mulia di sepanjang hayatnya
menurut tuntutan Islam. Dengan kata membentuk, maksudnya adalah menjadikan
sesuatu dengan bentuk tertentu atau supaya tentu bentuknya. Yakni, yang
menentukan bentuknya itu adalah ajaran Islam sebagai standardnya. Juga kata
membentuk ini dapat diartikan sebagai membimbing, mengarahkan, mewujudkan
melahirkan manusia-manusia muslim yang beriman, bertaqwa, berilmu, siap
bekerja, dan berakhlak mulia disepanjang hayat hingga akhir hidupnya. Sedang
makna memperkembangkan adalah dari yang sudah terbentuk itu untuk dijadikan
lebih berkembang, menjadi bertambah sempurna.
Jika dilihat dari aspek kesejarahan, pendidikan Islam pada dasarnya
memiliki andil yang sangat besar untuk ikut serta dalam memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia. Keikut sertaan pendidikan Islam dalam perjuangan bangsa
dapat dilihat dari tokoh-tokoh kemerdekaan Indonesia yang sebagian besar
memiliki latar belakang pendidikan Islam. Perjuangan yang dilakukan oleh para
tokoh-tokoh kemerdekaan Indonesia sangat memperhatikan nilai-nilai Islam dan
senantiasa mendapatkan dukungan para ulama sehingga kemerdekaan itu dapat
diraih. Namun dengan andil pendidikan Islam yang sangat besar dalam
memerdekakan bangsa ini beerbanding lurus dengan penghargaan dari pemerintah
dalam menenpatkan pendiidikan Islam di tempat yang layak setelah kemerdekaan?
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan penulis angkat dalam makalah ini
adalah sebagai berikut;
1.
Bagaimana
pengertian sistem pendidikan nasional dan pendidikan Islam.
2.
Bagaimana
Studi historis pendidikan Islam di Indonesia
3.
Bagaimana
posisi pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional
C.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulisan makalah ini
bertujuan untuk :
1.
Mengetahui
pengertian sistem pendidikan nasional dan pendidikan Islam
2.
Mengetahui
sejarah perkembangan pendidikan Islam di Indonesia
3.
Mengetahui
posisi pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pendidikan Islam dan Sistem Pendidikan Nasional
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.[2] “Pendidikan
Nasional berdasarkan Pancasila dan Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional dan tanggap
terhadap tuntutan perubahan zaman”.[3]
Pendidikan Islam menurut Zakiah Darajat adalah adalah pembentukan
kepribadian muslim.Atau perubahan sikap dan tingkah laku sesuai dengan petunjuk
ajaran Islam.[4]
Muhammad Quthb yang dikutip oleh Abdullah Idi, menyatakan Pendidikan Islam
adalah usaha melakukan pendekatan yang menyeluruh terhadap wujud manusia, baik
dari segi jasmani maupun ruhani, baik dari kehidupan fisik maupun mentalnya,
dalam kegiatan di bumi ini.[5]
Dari definisi-definisi di atas, baik yang dikemukakan UU Sisdiknas
2003 maupun para tokoh pendidikan, dapat disimpulkan bahwa tujuan akhir
pendidikan adalah pembentukkan tingkah laku Islami (akhlak mulia) dan
kepasrahan (keimanan) kepada Allah berdasarkan pada petunjuk ajaran Islam
(Al-Qur’an dan Hadis). Pendidikan Islam adalah kegiatan yang dilaksanakan
secara terencana dan sistematis untuk mengembangkan potensi anak didik
berdasarkan pada kaidah-kaidah agama Islam. Pendidikan Islam adalah pendidikan
yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan pribadi manusia secara
menyeluruh melalui latihan-latihan kejiwaan, akal pikiran, kecerdasan, perasaan
serta panca indera yang dimilikinya.
Dalam Perspektif budaya, pendidikan Islam adalah sebagai pewarisan
budaya, yaitu sebagai alat transmisi unsur-unsur pokok budaya kepada para
generasi, sehingga identitas umat tatap terpelihara dalam tangangan zaman,
bahkan dalam terma sosio kultural yang plural dikatakan pendidikan Islam tanpa
daya sentuhan budaya akan kehilangan daya tarik yang pada akhinya hanya akan
menjadi tontonan artifisial yang membosankan ditengah percaturan arus
globalisasi.
Tujuan akhir pendidikan Islam terletak pada realitas kepasrahan
mutlak kepada Allah pada tingkat individual, masyarakat, dan kemanusian pada
umumnya. Dilihat dari tuntutan internal dan eksternal global, diantara
keunggulan-keunggulan yang harus dimiliki bangsa adalah keunggulan sumber daya
manusia (SDM). Maka suatu bangsa khususnya bangsa Indonesia harus memiliki
lembaga pendidikan yang menjadi filter yang mampu menyaring dan benteng bagi
dampak negatif dari arus globalisasi, sehingga mampu untuk melahirkan sumber
daya manusia yang handal dan unggul dengan tidak kehilangan jati diri sebagai
bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur kemanusiaan.
Membicarakan pendidikan Islam di Indonesia, tentu tidak akan
terlepas dengan pendidikan Nasional. Maka sangat penting sekali dalam makalah
ini untuk menjelaskan konsep sistem pendidikan Nasional. “Sistem menurut
Banathy adalah suatu organisme sintetik yang dirancang secara sengaja, terdiri
atas komponen-komponen yang saling terkait dan saling berinteraksi yang
dimanfaatkan agar berfungsi secara terintergrasi untuk mencapai suatu tujuan
yang telah ditetapkan terlebih dahulu”.[6] “Pengertian
pendidikan menurut UU no 2 tahun 1989 pasal 1 ayat 1 adalah: usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau
latihan bagi perannya dimasa yang akan datang”.[7]
Sistem Pendidikan Nasional seperti dijelaskan dalam UU RI No.
20 Tahun 2003 tentang SIDIKNAS, “Sistem Pendidikan Nasional adalah
keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk
mencapai pendidikan nasional”. Tujuan pendidikan nasional tersebut merupakan tujuan umum yang
hendak dicapai oleh semua satuan pendidikan.
Secara
ringkas isi dari Sistem Pendidikan Nasional menurut UU No 20 tahun 2003
bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.[8]
“Tujuan pendidikan Islam adalah sebagai bimbingan terhadap
pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam. Dengan melihat kedua
tujuan pendidikan diatas, baik tujuan pendidikan nasional maupun tujuan
pendidikan Islam ada kesamaan yang ingin di wujudkan yaitu: dimensi
transcendental (ukhrowi) dan dimensi duniawi (material)”.[9]
Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya system pendidikan
sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara
Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan
proaktif menjawab tentang zaman yang barubah. Sedangkan misi pendidikan
nasional adalah:
1.
Mempunyai
perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh
rakyat Indonesia.
2.
Membantu dan
memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini
sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar.
3.
Mempersiapkan
kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan
pembentukan kepribadian yang bermoral.
4.
Meningkatkan
keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan
ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan
standar nasional dan global.
5.
Memberdayakan
peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip
otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (Penjelasan UU No. 20
Tahun 2003).[10]
B.
STUDI HISTORIS PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Sejak awal perkembangan Islam, pendidikan mendapat prioritas utama
masyarakat muslim Indonesia, di samping karena besarnya arti pendidikan,
kepentingan Islamisasi mendorong umat Islam melaksanakan pengajaran Islam
kendatipun dalam sistem yang masih sangat sederhana, di mana pengajaran
diberikan dengan sistem halaqah yang dilakukan di tempat-tempat ibadah semacam
masjid, mushala, bahkan juga di rumah-rumah ulama.
Kebutuhan terhadap pendidikan mendorong masyarakat Islam di
Indonesia mengadopsi dan mentransfer lembaga keagamaan dan sosial yang sudah
ada (indigenous religious ada social institution) ke dalam lembaga pendidikan Islam
di Indonesia. Di Jawa umat Islam mentransfer lembaga keagamaan Hindu-Budha
menjadi pesantren, umat Islam di Minangkabau mengambil alih surau sebagai
peninggalan adat masyarakat setempat menjadi lembaga pendidikan Islam, dan
demikian pula masyarakat Aceh dengan mentransfer lembaga masyarakat meunasah
sebagai lembaga pendidikan Islam.[11]
Pendidikan Islam di Indonesia dapat di kualifikasikan berdasarkan
fase-fase sejarah indonesia. Secara
umum, fase-fase pendidikan di Indonesia dapat dikualifikasikan ke dalam fase awal , fase kolonialisme, dan masa
kemerdekaan. Secara khusus, pendidikan Islam di Indonesia, dapat di
kualifikasikan kepada masa kerajaan Islam di Indonesia, masa penjajahan Belanda
dan Jepang, masa orde lama, masa orde baru, dan masa reformasi. Dalam
pembahasan ini, penulis mencoba untuk menjelaskan bagaimana perjalanan
perkembangan pendidikan Islam di Indonesia secara ringkas berdasarkan fase-fase
di atas.
Sejarah pendidikan Islam di Indonesia tidak akan lepas dari proses
masuknya Islam di Indonesia yang dibawa oleh para pedagang dan ulama. Proses
masuknya Islam di Indonesia bukan melalui jalan penaklukan dan peperangan
melainkan melalui jalan damai. Dengan masuknya Islam ke Indonesia, maka
terjadilah proses Islamisasi di tengah-tengah masyarakat yang dilakukan melalui
beberapa jalan. Ada beberapa saluran proses Islamisasi di Indonesia, yaitu
perdagangan, perkawinan, kesenian, sufisme, dan pendidikan.[12]
“Islam di
Indonesia mulai efektif sebagai gerakan dakwah dan pendidikan terjadi mulai
dari abad ke 13 M. Hal ini terbukti dari berdirinya kerajaan Islam pertama,
yakni kerajaan Samudera Pasai pada tahun 1297 M hingga abad ke 17 M. Sebelum
abad ke-13 M itu, Islam sudah masuk ke Indonesia, namun dapat dikatan belum
sebagai gerakan dakwah dan pendidikan yang efektif”.[13]
Pertumbuhan dan
perkembangan Islam pada masa kerajaan Islam di indonesai masih dalam keadaan
yang sederhana dengan menggunakan sumber-sumber seadanya, dan berlanjut hingga
mencapai kejayaan dengan menggunakan sumber-sumber mancanegara, khususnya dari
Timur Tengah. Pada masa ini, pendidikan Islam masih tumbuh dengan visi, misi,
tujuan, kurikulum, guru, murid, proses belajar mengajar, sarana prasarana,
biaya, pengelolaan, lingkungan, kerja sama, penilaian, dan lulusan yang masih
sederhana dan sesuai dengan perkembangan masyarakat.[14]
Pendidikan Islam pada masa penjajahan Belanda dan Jepang pada
dasarnya dalam keadaan yang sangat memprihatinkan, sebagai akibat dari
kebijakan diskriminatif yang diterapkan oleh pemerintah kolonial waktu itu. Namun
dengan pengalaman-pengalaman tersebut mampu mampu mengantarkan Indonesia ke depan
pintu gerbang kemerdekaan Indonesia.
Pada masa kolonial Belanda, pendidikan Islam sebagaian besar
berbentuk pesantren tradisional yang kurang memperhatikan ilmu modern dan
keduniaan. Sedangkan pada masa Jepang menjajah Indonesia, pendidikan Islam sedikit
jauh lebih leluasa dalam mengembangkan kiprahnya dibandingkan dengan masa
kolonial Belanda. “Selain itu, Jepang juga memberikan pengalaman berorganisasi,
militer yang pada dasarnya merupakan reaksi dari keterdesakan Jepang dalam
menghadapi perang dunia ke 2”.[15]
Secara singkat pendidikan Islam pada masa awal kemerdekaan atau
orde lama (masa kepemimpinan Soekarno) sudang jauh berbeda dengan masa
kolonialisme. Namun, masih terdapat tindakan diskriminatif dalam hal pelajaran
agama terutama di sekolah umum. Selain itu kebijakan-kebijakan yang diterapkan
pada masa ini belumlah menggembirakan bagi tumbuh dan berkembangnya pendidikan
Islam di Indonesia. Hal ini disebabkan masih adanya beberapa hal yang masih
menyita perhatian pemerintahan orde lama, antara lain:
a.
Adanya perang
mempertahankan kemerdekaan RI yang menguras tenaga, waktu, pikiran, harta
benda, dan nyawa.
b.
Adanya wilayah
Indonesia yang sepenuhnya belum terintegrasi ke pangkuan ibu pertiwi.
c.
Adanya sebagian
elite muslim yang berseberangan dengan pemerintah yang menimbulkan konflik
dengan pemerintah, dan selanjutnya menyebabkan kurangnya perhatian pemerintah
terhadap pendidikan Islam. [16]
Orde baru
secara harfiah merupakan masa yang baru menggantikan orde lama. Namun secara
politis, orde baru merupakan suatu masa yang berupaya mengembalikan tatanan
haluan negara Republik Indonesia kepada tatanan yang sebenarnya yaitu Pancasila
dan UUD 1945. Memang sejak tahun 1966 telah terjadi perubahan besar pada bangsa
Indonesia baik itu menyangkut kehidupan sosial, agam maupun politik. Pemerintah
Orde Baru bertekad sepenuhnya untuk kembali kepada UUD 1945, melaksanakan
secara murni dan konsekuen. Pemerintah dan rakyat akan membangun manusia
seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya. “Berdasarkan tekad dan semangat
tersebut, maka kehidupan beragama dan pendidikan agama khususnya, makin
memperoleh tempat yang kuat dalam struktur organisasi pemerintah dan masyarakat
pada umumnya”.[17]
Dalam sidang MPR yang menyusun GBHN sejak tahun 1973 hingga
sekarang, selalu ditegaskan bahwa pendidikan agama menjadi mata pelajaran wajib
di sekolah-sekolah negeri dalam semua jenjang pendidikan, bahkan pendidikan
agama sudah dikembangkan sejak Taman Kanak-kanak (BAB V pasal 9 ayat 1 PP Nomor
27 sejak Tahun 1990 dalam UU Nomor 2 Tahun 1989).[18]
Undang-undang Nomor 2 tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional, merupakan undang-undang yang mengatur
penyelenggaraan suatu Sistem Pendidikan Nasional sebagaimana dikehendaki oleh
UUD 1945. Melalui perjalanan yang cukup panjang perjalanannya, sejak 1945
hingga tahun 1989, tampaknya undang-undang tersebut juga merupakan puncak dari
usaha mengintegrasikan pendidikan Islam kedalam Sistem Pendidikan Nasional,
sebagai usaha untuk menghilangkan dualisme sistem pendidikan yang selama ini
masih berjalan. Dengan demikian berarti UU Nomor 2 tahun 1989 tersebut
merupakan wadah formal terintegrasinya pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan
Nasional, dan dengan adanya wadah tersebut, pendidikan Islam mendapat peluang
serta kesempatan untuk terus berkembang.
Pemerintahan
di era reformasi merupakan koreksi
terhadap kelemahan kebijakan pada masa orde baru yang dilakukan secara
menyeluruh meliputi bidang politik, pertahanan dan keamanan, ekonomi, sosial,
budaya, agama, dan pendidikan. Berbagai kebijakan tersebut diarahkan kepada
sifatnya yang lebih demokratis, adil, transparan, akuntabel, kredible,
bertanggung jawab, dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur,
tertib, aman, dan sejahtera.
Adapun kebijakan pendidikan pada masa
reformasi ini telah banyak dirasakan langsung oleh masyarakat, salah satunya
melalui payung hukum yaitu Undang-undang No
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta perangkat
pendukungnya melalui peraturan pemerintah dan peraturan menteri. Secara umum,
terdapat perubahan pada wajah pendidikan dari sisi anggaran yang semula hanya
5% menjadi total 20% dari total Anggaran APBN (pasal 9), perubahan kurikulum
dari subjek matter ke arah pengembangan kompetensi para lulusan (pasal 35 dan
36), pendekatan dan metode belajar yang lebih ke arah student centris (pasal
40).[19]
Terdapat
banyak isu reformasi pendidikan yang diusung saat itu. Sedikitnya isu-isu
sentral reformasi pendidikan ini bermuara pada empat hal, yaitu 1) pendidikan
agama sebagai basis pendidikan nasiona, 2) pemerataan kesempatan pendidikan, 3)
peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, dan 4) efisiensi menajemen
pendidikan. Keempat hal pokok ini tidak lagi bisa dijawab oleh Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Namun menjelang disahkannya
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 sebagai pengganti UU SISDIKNAS sebelumnya seperti ramai diberitakan oleh media
massa seluruh persoalan pendidikan yang rumit
didiskusikan oleh para pakar pendidikan selama kurang lebih dua tahun itu,
semuanya tenggelam ditelan polemik pasal-pasal “yang berpihak“ terhadap
pendidikan agama. Bahkan polemik ini sudah jauh melampaui diskusi-diskusi
kependidikan, tetapi merambah masuk ke dalam ranah politik dan sentimen agama.
Dapat dikatakan, bahwa pasal-pasal yang beraroma agama dan bersentuhan
dengan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan menjadi pusaran konflik yang
mengundang debat sengit, unjuk rasa, sampai pada ancaman memisahkan diri.
Hal
penting yang dapat disimpulkan dari pelacakan jejak kontroversi seputar UU SISDIKNAS
di atas adalah pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, terutama Islam telah
menjadi konteks tersendiri yang memotivasi, mewarnai dan memperkaya UU SISDIKNAS,
sekaligus menjadikan Undang-Undang ini dianggap kontroversial. Dari konteks ini
lah penulis melihat kajian terhadap posisi pendidikan agama dan pendidikan
keagamaan memiliki urgensi dan signifikansi yang besar.
C.
Posisi Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional
Melihat pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional, maka
kita akan melihat bagaimana undang-undang membicarakan pendidikan Islam baik
secara konsep, maupun undang-undang membicarakan pendidIkan Islam sebagai
sebuah lembaga yang sangat berkontribusi dalam membangun sumber daya manusia di
Indonesia. Dalam hal ini undang –undang yang menjadi sorotan adalah
undang-undang no 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS.
UU
Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 mengistilahkan penyeragaman terhadap hal tertentu
sebagai standar nasional pendidikan (SNP). Tujuannya untuk menghasilkan
pendidikan yang bermutu dan berdaya saing. SNP dapat digunakan untuk
mempertemukan tradisi pendidikan yang berkembang di masyarakat “secara liar”
dengan kebijakan negara yang bisa disepakati. Dengan demikian SNP diperlukan
agar negara dapat melestarikan keragaman yang menjamin satu lembaga pendidikan
dengan lainnya agar saling bersinergi dan saling melengkapi.[20]
Pengalaman pendidikan Islam di indonesia sebagai pendidikan
berbasis masyarakat menunjukkan bahwa proses akulturasi budaya pendidikan Islam
ke dalam sistem pendidikan nasional ternyata tidak terjadi dalam satu tahap
secara mudah. penyebaran agama. Ketika zaman penjajahan datang, terjadi politik
pendidikan diskriminatif karena pemerintah penjajahan memandang rendah
pendidikan pribumi. Kondisi itu berubah setelah ummat Islam mengembangkan
sekolah umum. Termasuk ketika dalam pendidikan Islam tumbuh tradisi Madrasah
yang akhirnya berubah menjadi sekolah umum berciri agama Islam.[21]
Penyesuaian lain terjadi pada kurikulum pendidikan nasional yang
menempatkan agama sebagai salah satu muatan wajib dalam semua jalur dan satuan
pendidikan. Hal ini memberi jaminan adanya komitmen keagamaan dalam sistem
pendidikan nasional sehingga tidak sepenuhnya bersifat sekuler. Meskipun dalam
kenyataannya lembaga sekolah tetap merupakan mainstream dari sistem pendidikan
nasional, tetapi pengajaran agama di dalam lembaga pendidikan itu merupakan
kewajiban kurikuler. Pada peserta didik sejak kelas 1 sekolah dasar sudah
menerima pengajaran agama, sedikitnya sejumlah jam mata pelajaran yanng ditetapkan
dalam kurikulum nasional.
Dalam sistem pendidikan nasional, lembaga pendidikan Madrasah
diakui dalam jalur pendidikan sekolah. Hal ini sangat berarti dalam menghapus
kesenjangan antara lembaga pendidikan sekolah dengan lembaga pendidikan
Madrasah sebagaimna terjadi pada masa-masa lalu. Dengan kedudukan ini,
pendidikan Madrasah menggunakan kurikulum yang sama dengan kurikulum sekolah.
Sebagai konsekuensinya, lulusan Madrasah ini pun memilliki hak dan kesempatan
yang sama dengan lulusan sekolah. Persamaan status ini tidak berarti telah menghilangkan
identitas dan watak keIslaman dari lembaga pendidikan Madrasah karena ia tetap
dapat mengembangkan kekuatan dan ciri keagamaanya sesuai dengan ketentuan dalam
sistem pendidikan nasional. Dalam pengertian ini, Madrasah berarti sekolah yang
berciri khas keagamaan Islam kurang lebih sama dengan sekolah-sekolah yang
diselenggarakan oleh organisasi dan yayasan kegamaan Islam, seperti sekolah
muhamadiyah, sekolah ma’arif, dan sekolah Al-azhar.
Indonesia, walaupun secara tegas dinyatakan bahwa bukan Negara
agama dan bukan pula Negara sekuler, tetapi Negara Pancasila.[22]
Menurut Bahtiar Effendi, Negara Pancasila, dapat dikatakan bahwa Indonesia
mengambil jalan tengah (middle path) antara Negara agama dan Negara sekuler.
Rumusan sila pertama Pancasila dan Pasal 29 UUD 1945 Ayat (1) memberikan sifat
yang khas pada Negara Indonesia, bukan Negara sekuler yang memisahkan agama dan
Negara, dan bukan Negara agama yang berdasarkan pada agama tertentu. Negara
Pancasila menjamin kebebasan setiap warga negaranya untuk beragama dan wajib
memelihara budi pekerti luhur berdasarkan nilai-nilai Pancasila.[23]
Secara khusus melihat posisi
pendidikan Islam dalam kerangka UU No 20 tahun 2003 dapat dilihat dari beberapa
aspek tinjauan:
a.
Aspek
tujuan
Tujuan pendidikan nasional dirumuskan dalam
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU
sisdiknas) BAB II pasal 3 yang berbunyi sebagai berikut : ”Pendidikan Nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab”.[24]
Apabila dicermati rumusan tujuan pendidikan nasional (pasal 3), maka akan
ditemukan kompetensi yang diinginkan dalam proses pendidikan nasional tersebut meliputi berkembangnya potensi
peserta didik menjadi orang yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab. Dalam upaya merekonstruksi kebangkitan suatu
masyarakat, negara, bahkan peradaban umat manusia, keberadaan mabda (ideologi)
merupakan salah satu aspek penting yang menentukan kebangkitan dan pembentukan
peradaban tersebut. Mabda merupakan aqidah aqliyah (difahami melalui proses
berfikir) yang melahirkan segenap peraturan untuk memecahkan berbagai
problematika kehidupan manusia.
Dari rumusan di atas menunjukkan bahwa agama menduduki posisi yang sangat
penting dan tidak dapat dipisahkan dalam membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal yang wajar jika
pendidikan nasional berlandaskan pada nilai-nilai agama, sebab bangsa Indonesia
merupakan bangsa yang beragama. Agama bagi bangsa Indonesia adalah modal dasar
yang menjadi penggerak dalam kehidupan berbangsa. Agama mengatur hubungan
manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan
alam dan hubungan manusia dengan diri sendiri. Dengan demikian terjadilah
keserasian dan keseimbangan dalam hidup manusia baik sebagai individu maupun
sebagai anggota masyarakat. Jika hal tersebut dipahami, diyakini dan diamalkan
oleh manusia Indonesia dan menjadi dasar kepribadian, maka manusia Indonesia
akan menjadi manusia yang paripurna atau insan kamil. Dengan dasar inilah agama
menjadi bagian terpenting dari pendidikan nasional yang berkenaan dengan aspek
pembinaan sikap, moral, kepribadian dan nilai-nilai ahlakul karimah.
Dari pemaparan formulasi tujuan pendidikan Islam dan tujuan pendidikan
nasional, terlihat secara jelas bahwa kompetensi yang diinginkan oleh pendidikan
Islam menjadi kompetensi tujuan pendidikan nasional. Dengan demikian, segala
upaya untuk mencapai tujuan pendidikan Islam juga merupakan upaya untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional. Sekaligus, pendidikan Islam memayungi
pelaksanaan pendidikan Islam di Indonesia. Dengan demikian, pendidikan Islam
menempati posisi penting dan mempunyai kedudukan yang kuat dalam keseluruhan
Sistem Pendidikan Nasional.
b.
Aspek Kelembagaan
“Semua aktivitas pendidikan berlangsung dan
dilaksanakan di dalam lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan adalah organisasi
atau kelompok manusia, yang karena satu dan lain hal memikul tanggung jawab
atas terlaksananya pendidikan.badan ini bertugas memberikan pendidikan kepada
peserta didik sesuai dengan badan tersebut”.[25]
Lembaga yang
berkewajiban melaksanakan pendidikan Islam adalah:
1. Rumah tangga, yaitu pendidikan primer untuk fase bayi dan fase kanak-kanak
sampai usia sekolah. Pendidiknya adalah orang tua, sanak kerabat, famili,
saudara-saudara, teman sepermainan, dan kenalan pergaulan.
2. Sekolah, yaitu pendidikan sekunder yang mendidik anak mulai dari usia masuk
sekolah sampai ia keluar dari sekolah tersebut. Pendidiknya adalag guru yang
profesional.
3. Kesatuan sosial, yaitu pendidikan tertier yang merupakan pendidikan tetapi
bersifat permanen. Pendidiknya adalah kebudayaan, adat istiadat, dan suasana
masyarakat setempat.[26]
Setelah Indonesia
merdeka, pendidikan Islam yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan Islam,
diserahkan pengelolaannya kepada Kementrian Agama. Secara Bertahap Kementerian
Agama memberdayakan pengelolaan lembaga-lembaga pendidikan tersebut di bawah
asuhan Dirjen Pendidikan Islam . hingga sekarang ada tiga badan yang ada di
bawah koordinasi dirjen tersebut meliputi:
1.
Direktorat Pembinaan
Perguruan Islam
2.
Direktorat Pembinaan
Pendidikan Agama Islam pada sekolah umum
3.
Direktorat Perguruan
Tinggi Agama Islam.[27]
Berkaitan dengan semakin meningkatnya tuntutan
kualitas pendidikan, maka pemaknaan pendidikan tidak hanya sebatas
meletakkannya alam pengertian schooling
saja, namun lebih dari itu. Tuntutan kualitas tidak memungkinkan peserta didik
melakukan kegiatan pendidikam formal saja tetapi mesti sereantak dan bersamaan
dengan perlunya kebersamaan antara pendidikan formal, non formal, dan informal.
Dalam Sistem Pendidikan Nasional,pasal 1 ayat (10)
ditegaskan bahwa, lembaga pendidikan dikelompokkan ke dalam tiga jalur, yaitu
jalur formal, non formal, dan informal pada setiap jenis dan jenjang
pendidikan. Selanjutnya dijelaskan Pada
pasal 53 ayat (1) dikemukakan bahwa masyarakat berhak menyelenggarakan
pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan non formal sesuai
dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan
masyarakat. Dengan pasal ini satuan – satuan pendidikan Islam baik formal
maupun non formal seperti Madrasah, pesantren, Madrasah diniyah, majlis ta’lim,
dan sebagainya akan tetap tumbuh dan berkembang secara terarah dan terpadu
dalam Sistem Pendidikan Nasional. Sehubungan dengan hal ini juga pada pasal 17
ayat (2) dan pasal 18 ayat (3) dikemukakan tentang pengakuan terhadap
kelembagaan pendidikan Islam yang bernama Madrasah yaitu dari Madrasah
ibtidaiyah (MI), Madrasah tsanawiyan (MTs), dan Madrasah aliyah (MA).
Dari penjelasan di atas, dapat
dipahami bahwa lembaga pendidikan Islam baik formal maupun non formal memiliki
kedudukan yang kokoh dalam Sistem Pendidikan Nasional. Dengan demikian, tidak
ada pihak yang hanya berdasarkan rasionalitas, efisisensi, apalagi tidak
senang, berhak menghalangi penyelenggaraan pendidikan Islam. Apabila ditemukan
pihak-pihak yang menghalangi atau mempersulit penyelengaraan pendidikan Islam,
maka hal ini bertentangan dengan undang-undang yang berlaku di Indonesia dan
sekaligus merupakan perbuatan melawan hukum.
c.
Aspek Kurikulum
Undang-undang No 20 tahun 2003 pasal
15 menjelasakn bahwa jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan,
akademik, vokasi, keagamaan, dan khusus. Adapun yang dimaksud dengan pendidikan
keagamaan sebagaimana yang dijelaskan pada pasal tersebut adalah pendidikan
yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut
penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan.
Sebagaimana diketahui bahwa setiap orang Islam berkepentingan dengan
pengetahuan tentang ajaran – ajaran Islam, terutama yang berhubungan dengan
nilai – nilai keagamaan, moral, dan sosial budayanya. Oleh sebab itu,
pendidikan Islam dengan lembaga – lembaganya tidak bisa dipisahkan dari Sistem
Pendidikan Nasional.
Sejalan dengan pasal tersebut,
dipertegas lagi dalam pasal 30 ayat (2) yang menyatakan bahwa “pendidikan
keagamaan berfungsi mempersiapkan pesrta didik menjadi anggota masyarakat yang
memahami dan mengamalkan nilai –nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli
ilmu agama”.[28]
Pasal 36 ayat 3 juga mempertegas
kemutlakan pendidikan agama bagi peserta didik. Pasal ini menjelaskan bahwa
kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a.
Peningkatan
iman dan takwa
b.
Peningkatan
akhlak mulia
c.
Peningkatan
potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik
d.
Keragaman
potensi daerah dan lingkungan
e.
Tuntutan
pembangunan daerah dan nasional
f.
Tuntutan
dunia kerja
g.
Perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
h.
Agama
i.
Dinamika
perkembangan global
j.
Persatuan
nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Pasal 37 ayat (1) dan (2) dinyatakan
bahwa isi kurikulum setiap jenis dan jalur serta jenjang pendidikan (dari
pendidikan dasar sampai perguruan tinggi) wajib memuat pendidikan agama,
pendidikan kewarganegaraan, dan bahasa. Dalam kaitan ini, dijelaskan bahwa
pendidikan keagamaan (termasuk pendidikan agama Islam) merupakan bagian dari
dasar dan inti kurikulum pendidikan nasional. Dengan demikian, pendidikan Islam
pun terpadu dalam Sistem Pendidikan Nasional. Apabila dikomparasikan dengan
seluruh perjuangan umat Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional, terlihat bahwa
perjuangan tersebut telah mengarah kepada jalan kesuksesan. Pasal yang
disebutkan terakhir merupakan sebuah penguat atas kedudukan pendidikan Islam
dalam Sistem Pendidikan Nasional. Suatu hal yang sangat penting bagi umat Islam memanfaatkan peluang emas ini.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan makalah di atas, maka penulis mendapatkan
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.
Pendidikan
Islam adalah pembentukan kepribadian muslim.Atau perubahan sikap dan tingkah
laku sesuai dengan petunjuk ajaran Islam.
2.
Sistem
Pendidikan Nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan
kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan yang lainnya untuk mengusahakan
tercapainya tujuan pendidikan. Sedangkan sistem pendidikan khususnya Islam,
secara makro merupakan usaha pengorganisasian proses kegiatan kependidikan yang
berdasarkan ajaran Islam
3.
Pendidikan Islam dalam lintasan sejarah Indonesia dapat di klasifikasikan
kepada kerajaan Islam di Nusantara (abad ke 13 M), masa kolonial Belanda, masa
Jepang, masa orde lama, masa orde baru, dan masa reformasi. Pada masing-masing
fase tersebut terdapat pertumbuhan, kemajuan, kemunduran, dan kebangkitan
pendikan Islam di Indonesia.
4.
Melihat posisi Pendidikan Islam dalam kerangka Sistem Pendidikan Nasional,
dapat dilihat melalui paying hokum yang menaungi pendidikan nasional. Dalam hal
ini yang menjadi sorotan adalah UU No 20 tahun 2003. Dalam UU No 20 tahun 2003
pendidikan Islam dapat ditinjau dari bebrapa aspek, antara lain:
a. Aspek tujuan
b. Aspek kelembagaan
c. Aspek kurikulum
Apabila
dikomparasikan dengan seluruh perjuangan umat Islam dalam Sistem Pendidikan
Nasional, terlihat bahwa perjuangan tersebut telah mengarah kepada jalan
kesuksesan. Pasal yang disebutkan terakhir merupakan sebuah penguat atas
kedudukan pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional. Suatu hal yang
sangat penting bagi umat Islam
memanfaatkan peluang emas ini.
B.
SARAN
Demikianlah penulisan makalah ini. Penulis menyadari masih
banyaknya ditemukan kesalahan dan kehilafan baik dari segi penulisan maupun dari
segi isi makalah. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi tercapainya kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Asrahah,
Hanun, 1999, Sejarah Pendidikan Islam, Logos Wacana Ilmu, Jakarta
Assegaf,
Abdur Rahman ,dkk. 2007, Pendidikan Islam di Indonesia. Yogyakarta: Suka
Press
Daradjat, Zakiah, 2000, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:
Bumi Aksara
Depertemen agama direktorat jendral kelembagaan agama
Islam, 2005, Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional Paradigma
Baru. Jakarta
Effendi, Bahtiar, 2202, Masyarakat,
Agama, dan Pluralisme Keagamaan, Yogyakarta: Galang Press
Furchan,
Arief, 2004, Transformasi Pendidikan Islam di Indonesia.
Yogyakarta: Gama Media
Hasbullah.
1996, Kapita Selekta Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers
Hasbullah, 2001, Sejarah
Pendidikan Islam Di Indonesia, PT rajagrafindo Persada, Jakarta
Hasyim
Syam, Yunus. 2005, Mendidik Anak ala Muhammad, Yogyakarta: Sketsa
Idi dan Toto Suharto, Abdullah, 2006, Revitalisasi Pendidikan Islam,
Yogyakarta: Tiara Wacana
Jafar Ahiri, Anwar Hafid , 2013, Konsep Dasar Ilmu Pendidikan, Bandung: Alfabeta
Nata, Abudin , 2011, Sejarah Pendidikan
Islam, Jakarta: Kencana
Putra Daulay, Haidar , Nurgaya Pasa,
2013, Pendidikan Islam dalam Lintasan Sejarah, Jakarta: Kencana
Putra Daulay, Haidar, 2007, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan
Islam di Indonesia, Jakarta: Prenada Media
[1] Yunus
Hasyim Syam. Mendidik Anak ala Muhammad. (Yogyakarta: 2005,
Sketsa), hal. 10
[2] UU Sisdiknas
2003 Pasal 1 ayat (1)
[3] UU Sisdiknas
2003 Pasal 1 ayat (2)
[4] Zakiah
daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hal. 28
[5] Abdullah Idi
dan Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Tiara Wacana,
2006), hal. 48
[6]
Arief Furchan, Transformasi Pendidikan Islam di Indonesia. Yogyakarta:
Gama Media. 2004. Hal:1
[7] UU no 2 tahun
1989 pasal 1 ayat 1
[8] Anwar Hafid,
Jafar Ahiri, Konsep Dasar Ilmu
Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2013),
hlm. 81
[9]
Hasbullah. Kapita Selekta Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers. 1996.
Hal: 28-29
[10] Lihat
penjelasan UU No 20 tahun 2003 (penjelasan umum)
[11]
Hanun Asrahah, Sejarah Pendidikan Islam, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1999, h.
144
[12] Haidar Putra
Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan
Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media. 2007), hlm. 14
[13] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:
Kencana, 2011), hlm. 271
[14] Ibid, hlm.
272.
[15] Haidar Putra
Daulay, Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam dalam Lintasan Sejarah, (Jakarta:
Kencana, 2013), hlm. 195
[16] Abudin
Nata,op.Cit, hlm. 324
[17]
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, PT rajagrafindo
Persada, Jakarta, 2001, hal: 74
[18] Ibid
[19] Abudin Nata,
op.Cit, hlm. 361
[20] Depertemen
agama direktorat jendral kelembagaan agama Islam, pendidikan Islam dan
pendidikan nasional ( paradigma baru). Jakarta: 2005 hl: 12
[21] Ibid
[22]
Abdur Rahman Assegaf, dkk. Pendidikan Islam di Indonesia. (Yogyakarta: Suka
Press, 2007), hal. 143
[23]
Bahtiar Effendi, Masyarakat, Agama, dan Pluralisme Keagamaan, (Yogyakarta:
Galang Press, 2002) hal. 19
[24] Lihat UU. No.
20 Tahun 2003
[25] Marimba,
op.cit, hlm. 230
[26] Bukhari Umar,
op.Cit, hlm 231
[27] Haidar Putra
Daulay, op,cit. Hlm 177
[28] Lihat UU.No.
20 Tahun 2003
0 Response to "Makalah Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional Lengkap Catatan Kaki"
Posting Komentar